M-DOCS Tidak Di Bawah Naungan Kampus

Keberhasilan M-DOCS meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia 2015 melalui film Mendadak Caleg sebagai Film Dokumenter Panjang Terbaik mendapat perhatian besar dari banyak pihak. Apresiasi dan pujian menjadi hal yang biasa. Di balik itu, ancaman akan kelangsungan komunitas dokumenter ini juga tidak terbantahkan.

“Semuanya peristiwa biasa,” tegas founder M-DOCS Syaiful Halim dalam sebuah perbincangan di pojok sebuah kampus di Jakarta Barat. “Dan kami menilai, pelbagai persoalan yang muncul belakangan dalam kategori biasa-biasa saja.”

Untuk mengurai cerita-cerita menarik seputar M-DOCS, film Mendadak Caleg, hingga resolusi untuk 2016, kami mendapat kesempatan membincangkannya dengan penulis, filmmaker, dosen, dan juga konsultan tersebut.

Sebenarnya M-DOCS itu makhluk apa?
Hahaha, makhluk? M-DOCS itu cuma komunitas kecil yang menghimpun siapa pun atau dari kalangan mana pun untuk bersama-sama berkreasi dan membicangkan film-film dokumenter. M-DOCS itu lahir dari ibu bernama Matahati Production, rumah produksi yang saya rintis bersama Syamsul Fajri, Agus Suwoto, dan Ratna Halim. Kebetulan sebagian besar anggotanya merupakan merupakan mahasiswa dari sebuah kampus di Jakarta Barat. Di luar itu, anggota kami juga memiliki warga yang merupakan mahasiswa dari kampus lain. Bahkan, ada yang statusnya siswa SMP.

Jadi M-DOCS tidak identik dengan kampus tertentu atau fakultas tertentu. M-DOCS murni berisikan kreator-kreator yang memiliki idealisme dan niat tinggi tentang dokumenter.

Artinya, film Mendadak Caleg juga bukan karya mahasiswa kampus tertentu?
Sangat betul! Bukan hanya film Mendadak Caleg, semua karya M-DOCS adalah karya komunitas bernama M-DOCS yang tidak terhubungan dengan kampus mana pun. Jadi haram hukumnya jika ada kampus yang mengklaim bahwa karya ini atau karya itu sebagai karya mahasiswanya, apalagi karya kampusnya. Dokumenter itu merupakan karya kolektif, ya artinya karya M-DOCS!

Jadi benar, rumor tentang upaya klaim dari kampus tertentu itu terhadap film Mendadak Caleg?
Langkah-langkahnya sih terlihat. Tapi kami masih melihat perkembangannya. Kami tidak akan menggubris soal klaim-klaim yang disebut sebagai aparesiasi itu. Kami hanya akan mempermasalahkan jika film kami digunakan tanpa izin atau momen kemenangan kami dimanfaatkan untuk kepentingan publisitas atau pemasaran. Barangkali kami akan melakukan langkah hukum.

Sedemikian seriusnya?
Iya. Kami sekadar memberi pelajaran soal idealisme, dedikasi, dan kerja keras. Dokumenter itu identik dengan kerja keras. Tidak ada film yang menang di sebuah festival karena kerja serampangan, semaunya, dan asal. Kerja keras itu tidak pernah berkhianat. Yang biasa berkhianat adalah manusia yang terbiasa melacurkan diri dan merampas karya orang.

Selain itu, film yang menang di festival itu, terlebih lagi sekelas Festival Film Indonesia, pasti melibatkan filmmaker berpengalaman dan bukan sekadar mahasiswa yang masih disuapi oleh dosen-dosennya.

Lantas, siapa sih sesungguhnya awak yang terlibat dalam film Mendadak Caleg?
Produksi film ini melibatkan tim besar. Seperti pernah saya bilang di sebuah media, sebagai produser eksekutif, saya juga mesti turun tangan menangani pekerjaan keproduseran dan penyutradaraan. Filmmaker yang terlibat: ada Doddy sebagai sutradara yang kerap merangkap sebagai produser in-line dan sinematografer, ada Anjar sebagai sinematografer, Johannes sebagai video editor, dan juga Terrizqo sebagai penulis naskah. Selain Terrizqo, mereka berasal dari kampus yang sama. Terrizqo itu dari UNJ. Belakangan mahasiswa saya di Telkom University, Ayu Restila, juga saya libatkan untuk menyusun translate film ini.

Ke depannya?
Kami bekerja sama dengan pihak lain untuk mendistribusikan atau menggelar screening film kami. Kami juga tengah “mengadu nasib” dengan mengirimkan film kami ke sejumlah festival film dokumenter di mancanegara. Kami bertekad menyandingkan bunga FFI dengan bunga dari festival lain.

Berikutnya, kami juga tengah menyiapkan produksi film dokumenter terbaru, RT Tarakan dan DemoCrazy. Pada 2016 ini, kami bertekad untuk menjaga keagungan rumah M-DOCS dengan terus berkarya dan berkarya.  


Sebelumnya, Syaiful Halim dikenal sebagai jurnalis dari sebuah televisi swasta nasional di Jakarta, serta sutradara film Saat MenebarMimpi dan Atjeh Lon Sayang. Kedua film itu diputar di Jiffest 2005 dan 2006. Di bawah bendera Matahati Production, ia menggarap sejumlah film dokumenter bertemakan budaya. Belakangan, ia “naik gunung” dengan mengajar di sejumlah kampus di Bandung, Jakarta, dan Tangerang Selatan, sambil menulis sejumlah buku. Bersama bendera M-DOCS—yang sebagian besar warganya merupakan mahasiswa-mahasiswanya dari kelas Jurnalistik Televisi dan Dokumenter—ia merintis sebuah stasiun televisi komunitas, serta memproduksi film pendek Tiga Janji dan Mendadak Caleg. Selain mengajar dan menulis, kini ia juga merupakan konsultan bidang broadcasting.[]

1 komentar: